KENDARI, TEROBOS.ID – Law Mining Center (LMC) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengecam tindakan represif kepolisian dalam membubarkan massa aksi yang tergabung dalam Front Mahasiswa dan Masyarakat Pesisir Laonti yang sedang melakukan aksi unjuk rasa di area tambang PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS) di Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), beberapa waktu lalu.
Ketua LMC Sultra, Julianto Jaya Perdana, mengatakan tidak semestinya pihak kepolisian bersikap arogan dan tidak memakai senjata api dalam membubarkan massa aksi.
“Seharusnya pihak kepolisan tidak menunjukan sikap arogansi dalam mengamankan massa aksi, dengan cara memberikan tembakan peringatan atau membawa senjata laras panjang,” kata Julianto, Senin (20/9/2021).
Mahasiswa hukum UHO itu berpandangan bahwa pengamanan tersebut diduga telah bertentangan dengan pasal 13 huruf (a) Peraturan Kapolri nomor 9 tahun 2008 tentang tata cara penyelenggaraan Pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.
“Spontanitas aksi yang terjadi di site PT GMS kecamatan Laonti, seharusnya protap pengamanan dalam memberikan pengamanan mengacu pada pasal 13 huruf (a) perkap 9/2008 perintah undang-undang mewajibkan pihak pengamanan untuk melindungi hak asasi manusia,” ungkapnya.
“Namun beberapa video amatir yang beredar, tidak seharusnya menimbulkan aksi-reaksi antara masyarakat,” sambungnya.
Namun Julianto sangat menyayangkan perihal penggunaan senjata api saat polisi melakukan tembakan peringatan untuk membubarkan massa.
Olehnya itu, pihak LMC meminta Kompolnas dan Komnas HAM untuk segera menyikapi persoalan tersebut.
“Kompolnas atau Komnas HAM harus segera bertindak, karena kami duga ada yang keliru dengan pengamanan dalam jalannya aksi unras tersebut. Bila kita melihat regulasi Perkap nomor 8/2010 dalam pasal 1 ketentuan umum diduga tidak dibenarkan dalam membubarkan masa aksi dengan menggunakan senjata api, dan Kapolres Konawe Selatan harus mampu menjawab ini,” ucapnya.
Selain itu, LMC juga mendesak tim gabungan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan DPRD Sultra untuk mengusut tuntas perihal dugaan pencemaran lingkungan serta menghentikan kegiatan produksi sementara PT GMS.
“Dirjen Gakkum KLHK RI harus segera mengambil alih kasus dugaan pencemaran lingkungan yang di lakukan oleh PT GMS. DPRD Sultra harus segera menghentikan aktivitas sementara PT GMS. Karena bila berlarut-larut, maka konflik horizontal akan terus terjadi di tengah-tengah masyarakat,” tutupnya.
Sekadar informasi, sebelumnya ratusan warga dari dua desa berdemonstrasi. Mereka memblokade jalan menuju Pelabuhan Jeti PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS).
Mereka menuntut pihak perusahaan segera membayarkan dampak akibat aktivitas tambang karena sudah merusak mata pencaharian mereka sebagai nelayan karena air laut sudah tercemari limbah tambang.
Aksi tersebut bahkan dilakukan sejak Rabu (15/9/2021) dan masih berlangsung hingga Minggu (19/9/2021).
Mereka memilih berdiam di lokasi perusahaan untuk menuntut ganti rugi akibat dampak aktivitas tambang di wilayah itu, namun tidak ada respons dari pihak perusahaan.
Akhirnya, dua warga dan satu mahasiswa diamankan personel Polres Konawe Selatan, karena dianggap sebagai penggerak massa dan provokator.
Kapolres Konawe Selatan, Erwin Pratomo kepada awak media mengungkapkan soal penangkapan ketiga orang tersebut karena diduga melakukan penganiayaan terhadap karyawan PT GMS. (**)
Tim Redaksi