BONE, TEROBOS.ID Jarum jam menunjukkan pukul 15.12 WITA, sejumlah warga Jl Langsat yang bermukim di Lingkungan Lallongka Riattang, Kelurahan Jeppe’e terlihat duduk di jejeran kursi plastik berwarna merah di aula kantor Kecamatan Tanete Riattang Barat, , , Senin (22/05/2023).

Mereka menghadiri mediasi dengan seorang pengusaha bernama H Muh Yusuf atau yang biasa disapa H Daeng Masenge, yang dilaporkan warga ke pemerintah lantaran bangunannya diduga menyerobot fasilitas umum (fasum) berupa jalan dan , mengakibatkan terjadi penyempitan jalan di Lingkungan Lallongka Riattang.

Sejumlah bangunan Muh. Yusuf yang terletak di Lingkungan itu diduga menyerobot fasum dengan mengambil sebagian bahu jalan yang mengakibatkan penyempitan akses jalan umum.

Hasnawati Ramli mengatakan, mediasi tersebut merupakan mediasi kedua, setelah beberapa waktu hari sebelumnya digelar mediasi awal.

Baca Juga:  Gelar Razia, Satpol PP Bone Amankan 10 Orang Gepeng

Kata Hasnawati, sebelum digelar mediasi kedua itu, pihaknya juga terlebih dahulu menggelar pra mediasi dengan terlapor (Muh. Yusuf) guna mencarikan solusi agar masalah bisa terselesaikan dengan aman.

“Tadi pagi Muh Yusuf meminta maaf bahwa selama ini ada kesalahan dalam pembangunan,” ujar Hasnawati.

Sekcam Tanete Riattang Barat Andi Yusuf selaku mediator menyampaikan bahwa terlapor mengajukan 2 opsi kompensasi kepada warga.

Dikatakannya, kompensasi yang pertama pihak terlapor bersedia memberikan tanahnya 3 meter untuk memperluas jalanan belokan depan kosnya. Sedangkan kompensasi yang kedua terlapor bersedia membongkar pot-pot depan rumahnya untuk memperlebar jalanan.

“Dengan kompensasi tadi, Muh Yusuf (terlapor) berharap bangunan tersebut tidak dibongkar, atas permintaan itu kita serahkan kepada warga untuk ditanggapi,” imbuh Sekcam.

Baca Juga:  Polda Sulsel Gelar Pelatihan & Pembekalan Persiapan Masa Pensiun

Sementara itu, Andi Iccank salah satu warga (pelapor) menyebutkan, sebagai warga merasa dirugikan meski pihak terlapor mengajukan kompensasi.

“Kalau begitu maksudnya, kita di sini tidak ada istilah negosiasi, kembali kepada kesepakatan awal atau mediasi sebelumnya di mana bangunan itu harus dibongkar,” tegas Iccank.

“Di sinilah kita lihat bagaimana sikap pemerintah sebetulnya, karena ini bukan tanah sengketa, tetapi soal penyempitan jalan. Jadi tidak ada istilah negosiasi atau kompensasi, terima kasih,” sambungnya.

Warga lainnya pun tak setuju, jika dugaan pelanggaran fasum tersebut harus berakhir dengan kompensasi.

“Tapi kalau pemerintah setuju bangunan tersebut, silakan pemerintah bikin surat pernyataan bahwa pemerintah meng-iya-kan bangunan tersebut,” ujar warga bernama Tola.

Baca Juga:  Diduga Terpeleset, Petani di Bone Ditemukan Tewas di Saluran Irigasi

“Kalau seperti ini dibiarkan, bagaimana kira-kira kalau saya juga membangun seperti itu apakah dibenarkan juga? Itu pun tergantung pemerintah nantinya, kalau meng-iya-kan harus ada hitam di atas putih, supaya kalau ada yang mempertanyakan fasilitas umum saya menyatakan saya dikasih pemerintah,” sambung Tola.

Sementara itu, meski pihak pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk mencarikan solusi atas dugaan pencaplokan fasilitas umum itu, namun hingga berita ini diterbitkan, permasalahan tersebut masih menemui jalan buntu.

Warga yang sebagai pelapor pun, tetap menginginkan adanya pembongkaran pada bangunan yang diduga menyerobot badan jalan, dan drainase. (ICUK SUGIARTO)