Oleh: Ahmad Riyadi, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah (Unim) Bone

Di tengah hangat matahari sore dan desau angin yang berhembus pelan di Lapangan Merdeka Watampone, Kabupaten Bone, Sulsel, tampak sekelompok remaja berseragam merah berlatih penuh semangat, Kamis (8/5/2025).

Tubuh-tubuh muda itu bergerak lincah, memadukan ketegasan jurus dengan ketenangan batin.

Mereka adalah para pesilat Tapak Suci Bone, yang kini tengah menapaki satu fase penting dalam perjalanan mereka: persiapan menuju Kejuaraan Pencak Silat Wajo 2025.

Sebanyak 15 atlet dari berbagai sekolah di Kabupaten Bone ikut dalam latihan intensif ini. Mereka akan turun di berbagai kategori—usia dini, remaja pria tanding, solo kreatif, hingga ganda.

Baca Juga:  Kunker di Amali, Pj Bupati Bone Ajak Masyarakat Sukseskan Pilkada dan Cegah Narkoba

Tak ada teriakan, tak ada keluhan. Hanya denting langkah, kibasan tangan, dan tatapan penuh tekad.

“Ini bukan hanya soal menang atau kalah,” ujar Mansyur Sarujin, pelatih utama yang juga dikenal sebagai Pendekar Madya Tapak Suci.

“Yang kami bangun di sini adalah mental juara—mental yang tahan banting, siap menghadapi tekanan, tapi tetap rendah hati dan sportif,” sambungnya.

Pak Mansyur tidak sendiri. Ia dibantu oleh dua pelatih sekaligus official, Rikbal dan Farid. Ketiganya menjadi tulang punggung dalam membentuk kekuatan teknis dan mental para atlet, yang sebagian besar baru pertama kali tampil di ajang sekelas ini.

Baca Juga:  Sambut MTQ XXXII Sulsel, Fahsar: Berupaya Menjadi Tuan Rumah yang Baik

Setiap sesi latihan bukan hanya pengulangan gerakan. Ia adalah perjalanan sunyi membangun karakter: mengasah pukulan dan tangkisan, tapi juga menyulam kesabaran dan keyakinan.

Terkadang, seorang atlet jatuh. Terkadang, tangis pecah. Namun selalu ada tangan yang menuntun untuk bangkit kembali.

“Kejuaraan ini bukan beban, melainkan panggung ujian untuk melihat sejauh mana proses mereka selama ini. Kami ingin mereka bertanding dengan bahagia, bukan dengan ketakutan ” lanjut pak pendekar.

Jumat, 9 Mei akan menjadi titik berangkat. Para pesilat muda ini akan melaju ke Wajo, membawa nama Bone, membawa nama keluarga, membawa harapan—bahwa pencak silat bukan sekadar seni bela diri, tapi juga jalan menempa diri.

Baca Juga:  Oknum Guru di Bone Aniaya Sesama Guru, Kacab Disdik: Ditangani Polisi

Di balik seragam merah itu, tersembunyi semangat yang tak bisa dikalahkan. Tapak-tapak kecil ini sedang membangun jejak juara. Pelan, pasti, dan penuh hormat. (**)