KENDARI – Konsorsium Mahasiswa (Korum) Sultra, yang terdiri dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra, Jaringan Demokrasi Rakyat (Jangkar), dan Amara Sultra, menggelar aksi unjuk rasa, Kamis (16/1/2025).
Mereka memprotes dugaan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Selain aksi massa, Korum Sultra melaporkan dugaan pelanggaran ini kepada berbagai pihak berwenang, termasuk Polda Sultra, Inspektur Tambang Perwakilan Sultra, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sultra, Pos Gakkum KLHK Kendari, dan DPRD Sultra.
Dugaan Pencemaran dan Rekayasa Sosial yang Dipertanyakan
Jenderal Lapangan Korum Sultra, Malik Bottom, menyampaikan bahwa kasus pencemaran lingkungan ini bukan pertama kali terjadi.
“Kami telah mengumpulkan informasi terkait luapan lumpur yang membuat kali dan pesisir pantai berwarna kecokelatan. Kami menduga perusahaan hanya melakukan langkah-langkah klarifikasi yang tidak menyelesaikan masalah utama,” ujarnya.
Menurut Malik, keluhan masyarakat kerap diabaikan, terutama petani dan nelayan yang terdampak langsung.
Ia menyoroti dugaan minimnya tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan rekayasa sosial yang seharusnya dilakukan sebelum operasi pertambangan dimulai.
“Jika perusahaan benar-benar peduli, mereka pasti sudah memberikan solusi konkret untuk petani dan nelayan,” tegasnya.
Pelanggaran Regulasi Lingkungan
Ketua AMPLK Sultra, Ibrahim, menambahkan bahwa aktivitas PT TBS diduga melanggar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 Tahun 2022 terkait pengelolaan air limbah.
“Perusahaan tidak memiliki kolam sedimen sehingga lumpur mengalir langsung ke sungai dan pesisir. Ini jelas merugikan masyarakat, terutama petani yang lahannya rusak parah,” kata Ibrahim.
Ibrahim juga meminta pemerintah segera memeriksa jejak digital yang menunjukkan keluhan masyarakat serta dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas perusahaan.
Tanggapan Pihak Berwenang
Menanggapi laporan ini, Panit 2 Tipidter Ditreskrimsus Polda Sultra, Ipda Haris, menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti aduan tersebut jika laporan resmi diajukan.
Sementara itu, Inspektur Tambang Perwakilan Sultra, Syahril, berencana mengirim tim untuk investigasi lapangan.
“Kami akan memverifikasi informasi dari semua pihak sebelum mengambil tindakan lebih lanjut,” jelas Syahril.
Dinas Lingkungan Hidup Sultra juga menyampaikan bahwa izin lingkungan PT TBS dikeluarkan oleh DLH Kabupaten Bombana. Mereka akan berkoordinasi untuk memastikan keluhan masyarakat mendapat tindak lanjut yang jelas.
Bantahan dari PT TBS
Humas PT TBS, Nindra, membantah tudingan pencemaran lingkungan. Ia menegaskan bahwa sungai Watalara tidak pernah meluap hingga mencemari lingkungan.
Menurutnya, foto-foto yang beredar adalah dokumentasi lama yang diambil dua tahun lalu.
“Itu bukan banjir akibat tambang, melainkan keruh karena curah hujan tinggi,” ujarnya.
Tuntutan Publik untuk Penegakan Hukum
Kasus ini menjadi sorotan masyarakat luas. Selain menuntut keadilan bagi warga terdampak, aktivis lingkungan mendesak pemerintah dan aparat hukum agar serius menangani pelanggaran lingkungan oleh perusahaan tambang.
Penegakan regulasi dan transparansi dianggap penting untuk memastikan aktivitas industri tidak merugikan masyarakat, dan lingkungan sekitar. (**)
Tim Redaksi